Minggu, 05 September 2010

Fotografer profesi yang buruk?

Baru baru ini Koran Wall Street Journal mengeluarkan laporan tentang 200 profesi di Amerika dari yang terbaik sampai terburuk. Kriteria penilaian tergantung kepada beberapa hal, antara lain lingkungan kerja, pendapatan, tingkat stres dan penggunaan kekuatan fisik.

Dari laporan tersebut, saya menemukan bahwa profesi fotografer ternyata berada di posisi ke-126 dan wartawan foto / fotojurnalis berada di posisi yang cukup menggenaskan yaitu ke-189. Ini berarti profesi fotojurnalis hanya lebih baik 1 tingkat dari profesi tukang jagal.

Sedangkan profesi populer seperti akunting atau aktuaris (penghitung resiko untuk perusahaan ansuransi / bank) menduduki posisi top 10.

Lalu pertanyaan yang saya lontarkan kepada diri sendiri adalah, apakah memang profesi fotografi begitu buruknya?

Hari ini saya mendapatkan jawabannya. Pada umumnya, manusia bekerja untuk mendapatkan kebahagiaan hidup, dan budaya dunia sekarang ini menilai bahwa pekerjaan yang terbaik adalah yang menghasilkan banyak uang, dan yang tidak memerlukan banyak tenaga fisik dan rendah stres.

Benar, bahwa hidup kita bisa lebih nyaman bila kita memiliki pekerjaan yang tidak memerlukan banyak tenaga fisik dan menghasilkan banyak uang, tapi uang tidak bisa membeli atau meningkatkan kualitas kehidupan di jangka panjang. Sebenarnya, manusia paling bahagia ketika mereka berkesempatan meningkatkan ilmu dan ketrampilan dan juga menjalani hidup yang cukup menantang.

Bila tidak ada tantangan, dan tidak ada peningkatan ilmu, maka hidup akan menjadi bosan. Meski kebosanan bisa dihentikan sementara dengan menghabiskan uang untuk membeli barang yang disukai atau untuk hiburan lainnya, tapi kesenangan tersebut tidak akan bertahan lama. Orang tersebut tidak akan mencapai kebahagiaan dalam hidup dan pekerjaannya, yang ada cuma rutinitas yang membosankan.

Profesi fotografer dan fotojurnalis adalah profesi memerlukan ketrampilan yang cukup kompleks dan tinggi. Biarpun demikian, setiap orang bisa belajar langkah demi langkah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Dengan meningkatknya pengetahuan dan ketrampilan fotografi dan bisnis, orang tersebut merasakan kebahagiaan dalam setiap langkah dalam hidupnya.

Fotografer dan terutama fotojurnalis juga sering dituntut untuk memiliki fisik dan prima dan tidak jarang menerima stres/tekanan karena harus menepati tenggat waktu (deadline). Tuntutan-tuntutan tersebut adalah tantangan yang positif. Dengan adanya tantangan, kita bisa lebih maju dan bahagia. Tanpa tantangan, kita malas meningkatkan diri dan cepat bosan.

Oleh karena itu, profesi fotografer dan fotojurnalis seharusnya menempati posisi yang lebih tinggi di laporan tersebut. Sayangnya, budaya hedonistik (mementingkan kesenangan indra sesaat) mendikte manusia jaman sekarang memilih pekerjaan yang mudah dan yang berpotensi menghasilkan uang banyak. Tapi sayangnya, pilihan tersebut mungkin tidak akan membawa kebahagiaan dalam hidup.